
Kawasan Asia Tenggara telah menjadi arena pertarungan diplomatik yang semakin intensif antara dua kekuatan global terbesar dunia—Cina dan Amerika Serikat. Kedua negara adidaya ini mengerahkan berbagai strategi untuk memperluas pengaruh mereka di wilayah yang dihuni oleh 650 juta penduduk ini. Artikel ini menganalisis dinamika kompleks persaingan diplomatik, strategi yang digunakan, serta dampaknya terhadap negara-negara ASEAN dan stabilitas regional.
Strategi Diplomatik: BRI vs Indo-Pacific Strategy
Peta proyek Belt and Road Initiative (BRI) Cina di kawasan Asia Tenggara
Inisiatif Belt and Road (BRI) Cina telah menjadi tulang punggung strategi diplomatik Beijing di Asia Tenggara sejak diperkenalkan pada 2013. Program ambisius ini menawarkan investasi infrastruktur berskala besar yang mencakup pembangunan pelabuhan, jalan raya, kereta api, dan pembangkit listrik di seluruh kawasan.
Menurut data terbaru dari Green Finance & Development Center, investasi BRI Cina di Asia Tenggara mencapai US$23 miliar pada 2023, meningkat 18% dari tahun sebelumnya. Proyek-proyek unggulan termasuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Indonesia, Pelabuhan Sihanoukville di Kamboja, dan Koridor Ekonomi Cina-Laos yang menghubungkan Kunming ke Vientiane.

Pertemuan tingkat tinggi AS-ASEAN membahas Strategi Indo-Pasifik
Sebagai tandingan, Amerika Serikat mengandalkan Strategi Indo-Pasifik yang menekankan “kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.” Strategi ini berfokus pada penguatan aliansi keamanan, promosi nilai-nilai demokratis, dan peningkatan kerja sama ekonomi melalui inisiatif seperti Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang diluncurkan pada 2022.
“Persaingan Cina-AS di Asia Tenggara bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang model tata kelola dan nilai-nilai yang ingin mereka promosikan di kawasan ini,” ujar Dr. Evan Laksmana, peneliti senior di Centre on Asia and Globalisation, National University of Singapore.
Latihan militer bersama AS-Filipina “Balikatan” yang diselenggarakan April 2024 dengan melibatkan lebih dari 16.000 personel militer menunjukkan upaya Washington untuk memperkuat kehadiran keamanannya. Sementara itu, Cina terus memperdalam kerja sama militer dengan Myanmar, Kamboja, dan Laos melalui latihan bersama dan penjualan persenjataan.
Pengaruh Politik: Respons Negara ASEAN

Peta sengketa teritorial di Laut China Selatan
Sengketa Laut China Selatan menjadi barometer utama pengaruh politik kedua negara adidaya di kawasan ini. Klaim “Nine-Dash Line” Cina yang mencakup hampir 90% Laut China Selatan berbenturan dengan klaim teritorial Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.
Filipina, di bawah kepemimpinan Presiden Ferdinand Marcos Jr., semakin condong ke Amerika Serikat setelah serangkaian konfrontasi dengan kapal-kapal Cina di perairan yang disengketakan. Pada Februari 2024, Manila menandatangani perjanjian untuk memberikan akses ke empat basis militer tambahan bagi pasukan AS.
Pendekatan Pro-Cina
- Kamboja: Menerima investasi BRI senilai US$5,3 miliar untuk infrastruktur, termasuk Pelabuhan Sihanoukville
- Laos: Bergantung pada investasi Cina untuk proyek kereta api senilai US$6 miliar yang menghubungkan Kunming-Vientiane
- Myanmar: Menerima dukungan diplomatik dan ekonomi Cina pasca kudeta militer 2021
Pendekatan Pro-Amerika
- Filipina: Memperkuat aliansi militer dengan AS melalui Enhanced Defense Cooperation Agreement
- Vietnam: Meningkatkan kerja sama pertahanan dengan AS sambil menjaga hubungan ekonomi dengan Cina
- Singapura: Memfasilitasi kehadiran militer AS sambil mempertahankan hubungan ekonomi kuat dengan Cina
Indonesia dan Malaysia mengambil pendekatan yang lebih seimbang, berusaha mempertahankan hubungan baik dengan kedua kekuatan besar. Presiden Indonesia terpilih Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke Beijing pada April 2024, di mana ia bertemu dengan Presiden Xi Jinping untuk membahas penguatan kerja sama strategis menyeluruh.

Proyek kereta api Cina-Laos yang menjadi bagian dari BRI
Investasi infrastruktur Cina di Laos dan Myanmar menunjukkan bagaimana Beijing menggunakan kekuatan ekonominya untuk memperluas pengaruh politik. Proyek kereta api Cina-Laos senilai US$6 miliar yang diresmikan pada Desember 2021 telah mengubah Laos yang terkurung daratan menjadi “hub penghubung” regional, namun juga meningkatkan ketergantungan ekonomi negara tersebut pada Cina.
Dinamika Regional: ASEAN Sebagai Mediator

KTT ASEAN membahas posisi kawasan di tengah persaingan Cina-Amerika
ASEAN berupaya mempertahankan sentralitasnya di tengah persaingan kekuatan besar melalui berbagai mekanisme dialog seperti ASEAN Regional Forum (ARF), East Asia Summit (EAS), dan ASEAN Defense Ministers Meeting Plus (ADMM-Plus). Namun, perbedaan kepentingan di antara negara-negara anggota sering menghambat konsensus dalam merespons isu-isu sensitif.
“ASEAN harus menavigasi dengan hati-hati antara dua kekuatan besar ini. Tantangannya adalah mempertahankan otonomi strategis sambil memaksimalkan manfaat dari hubungan dengan kedua negara.”
Persaingan Cina-AS juga berdampak pada integrasi ekonomi regional. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang didukung Cina mulai berlaku pada Januari 2022, menciptakan blok perdagangan bebas terbesar di dunia yang mencakup 15 negara Asia-Pasifik termasuk seluruh anggota ASEAN.
Sementara itu, Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) yang awalnya diprakarsai AS (sebelum penarikan diri Washington pada 2017) terus berjalan dengan anggota ASEAN seperti Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.
Inisiatif Ekonomi | Pendukung Utama | Anggota ASEAN | Fokus Utama |
RCEP | Cina | Semua 10 negara ASEAN | Pengurangan tarif, akses pasar |
CPTPP | Jepang (setelah AS keluar) | Singapura, Vietnam, Malaysia, Brunei | Standar tinggi, hak kekayaan intelektual |
IPEF | Amerika Serikat | Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunei | Ekonomi digital, rantai pasokan, energi bersih |

Penandatanganan perjanjian RCEP yang menciptakan blok perdagangan bebas terbesar di dunia
Analisis Masa Depan: Proyeksi 2024-2030

Proyeksi investasi Cina dan Amerika di Asia Tenggara (2024-2030)
Berdasarkan tren saat ini, persaingan Cina-AS di Asia Tenggara diperkirakan akan semakin intensif dalam enam tahun ke depan. Beberapa proyeksi penting meliputi:
Pergeseran Aliansi
- Filipina kemungkinan akan semakin memperkuat aliansi keamanannya dengan AS, terutama jika ketegangan di Laut China Selatan berlanjut
- Vietnam diproyeksikan akan terus menjalankan diplomasi seimbang, meskipun dengan kecenderungan mendekat ke AS dalam isu keamanan
- Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo berpotensi mengambil posisi lebih pragmatis, memanfaatkan persaingan kedua negara untuk kepentingan nasional
Potensi Konflik
- Laut China Selatan tetap menjadi titik api utama, dengan risiko eskalasi jika insiden antara kapal Cina dan negara-negara penuntut lainnya meningkat
- Kompetisi teknologi 5G dan infrastruktur digital berpotensi menciptakan “tirai digital” di kawasan
- Krisis Myanmar dapat menjadi arena proxy bagi persaingan pengaruh Cina-AS

Forum dialog trilateral ASEAN-Cina-Amerika membahas isu-isu regional
Meskipun persaingan dominan, terdapat peluang kolaborasi trilateral antara ASEAN, Cina, dan AS dalam beberapa bidang seperti perubahan iklim, kesehatan publik, dan penanggulangan terorisme. Pandemi COVID-19 telah menunjukkan pentingnya kerja sama lintas batas dalam menghadapi tantangan global.
“Masa depan Asia Tenggara tidak harus menjadi arena pertarungan nol-sum antara Cina dan Amerika. Negara-negara ASEAN dapat dan harus memanfaatkan persaingan ini untuk mendorong agenda pembangunan mereka sendiri sambil mempertahankan otonomi strategis.”
Kemampuan ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya akan sangat bergantung pada kohesi internal dan kemampuan untuk berbicara dengan satu suara dalam isu-isu strategis. Reformasi kelembagaan ASEAN menjadi semakin mendesak untuk menghadapi tantangan geopolitik yang kompleks.

Forum pemimpin muda ASEAN membahas visi kawasan 2030
Kesimpulan
Persaingan diplomatik antara Cina dan Amerika Serikat di Asia Tenggara mencerminkan pergeseran tatanan global yang lebih luas. Kedua negara adidaya ini menggunakan berbagai instrumen—dari investasi ekonomi hingga kerja sama keamanan—untuk memperluas pengaruh mereka di kawasan strategis ini.
Bagi negara-negara ASEAN, tantangan utama adalah mempertahankan otonomi strategis sambil memaksimalkan manfaat dari hubungan dengan kedua kekuatan. Pendekatan “hedging” yang menghindari ketergantungan berlebihan pada satu negara adidaya kemungkinan akan terus menjadi strategi dominan.
Dinamika persaingan Cina-Amerika di Asia Tenggara akan terus berevolusi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pergantian kepemimpinan politik, perkembangan ekonomi, dan perubahan dalam tatanan keamanan regional. Yang pasti, kawasan ini akan tetap menjadi arena penting dalam geopolitik global untuk tahun-tahun mendatang.
Dapatkan Analisis Geopolitik Terkini
Ikuti perkembangan terbaru tentang dinamika diplomatik Cina-Amerika di Asia Tenggara dan implikasinya bagi kawasan. Berlangganan newsletter kami untuk mendapatkan analisis mendalam, laporan eksklusif, dan undangan webinar dengan pakar geopolitik terkemuka.